KHOTBAH IDUL FITRI 1446 H
Oleh : H. Mairijani, M.Ag. (Wakil Bendahara PWM Kalsel)
Tempat : Hal. Masjid Muhajirin, Jalan HKSN Banjarmasin
Bapak-bapak, ibu-ibu, hadirin jama'ah shalat ied yang dirahmati Allah.
Di pagi ini, di halaman Masjid yang kita cintai ini, kita berkumpul menunaikan shalat Idul Fitri 1446 H rasa syukur kita kepada Allah Swt mengiringi cerahnya pagi ini, seiring berkumandangnya takbir, tahmi dan tahlil diseluruh penjuru bumi merayakan hari kemenangan ini, setelah satu bulan kita melatih diri dalam mengendalikan hawa nafsu menuju ketaatan yang sempurna dalam Ramadan yang telah disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat, tabi'in, serta pengikut beliau yang senantiasa melaksanakan sunah-sunah shohihahnya hingga akhir zaman.
Kemudian, marilah bersama-sama kita meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt, dengan berusaha semaksimal mungkin melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala perbuatan yang menyalahi hukum-hukum-Nya.
Jama'ah shalat Ied yang berbahagia,
Kemarin, bulan Ramadan telah pergi meninggalkan kita, semoga kita dapat bertemu kembali dengan Ramadan tahun depan, Ramadan yang telah memberikan bekal kepada kita semua untuk menapaki kehidupan kedepan, Ramadan yang telah memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kita semua dalam kedekatan kepada-Nya.
Ramadan boleh saja berlalu namun kesan dan pesannya harus tetap melekat dalam relung hati, nafas, gerak dan kehidupan setiap muslim. Allah Swt tidak semata menjadikan Ramadan sebagai bulan yang didalamnya ada kewajiban puasa, shalat sunnah tarawih dan ibadah-ibadah lainnya, namun juga ingin memberikan pelajaran berharga kepada hamba-hamba-Nya akan perasaan bahwa mereka sangat memerlukan dan membutuhkan ibadah tersebut.
Setelah melewati Ramadan seyogyanya setiap muslim harus melakukan hijrah prilaku dari hal-hal buruk ke hal-hal yang baik, dari hal-hal baik ke hal-hal yang lebih baik lagi, sehingga mencapai puncak tertinggi ketaqwaan dalam seluruh aspek kehidupannya. apabila ternyata setelah Ramadan tidak terjadi pencerahan hidup dalam diri seorang muslim, atau dalam artian tidak adaperubahan menuju kepada kebaikan dalam diri dan perbuatan orang yang berpuasa, maka pertanda puasanya hanyalah lipstik belaka.
Selain itu Ramadan merupakan sarana pendidikan dan pembinaan yang luhur dan komprehensif, baik untuk pembinaan ruhiyah (spritual), jasadiyah (jasmani), ijtima'iyah (sosial), khuluqiyah (akhlaq) dan hadloriyah (peradaban).
Ibarat lembaga pendidikan, yang di dalamnya para pelajar digembleng, dididik dan dibina secara ketak, sehingga kelak setelah keluar dari lembaga tersebut menjadi pelajar yang mumpuni, berprestasi dan unggul serta berdaya guna. Ketika mereka dididik dengan materi yang baik, ditempa dengan pembinaan yang maksimal dan kurikulum yang jelas, maka kelak mereka menjadi sosok yang bukan saja memberikan maslahat untuk dirinya sendiri namun juga bermanfaat untuk keluarga, lingkungan, masyarakat dan negaranya. Karena Allah sendirilah yang membuat pendidikan Ramadan tersebut untuk umat-Nya, tentunya disitu terkandung kebaikan bagi manusia.
Rasulullah Saw juga pernah menegaskan bahwa berapa banyak orang yang berpuasa ramadan, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus.
"Berapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga" (HR. Nasai dan Ibnu Majah)
Sehingga apabila dengan rangkaian ramadan ia tidak bisa kembali ke fitrahnya, padahal semua rangkaian ibadah ramadan adalah tangga kembali menuju fitrah. Dimanakah letak salahnya ? Jawabannya tentu pada manusia itu sendiri. Sebab ternyata masih banyak orang yang masuk ramadan tidak maksimal menjalankan ibadah-ibadah yang Allah dan Rasul-Nya ajarkan. Banyak orang masuk Ramadan sekedar dengan semangat ritual saja, sementara hakikat keilmuan yang harus dijadikan bekal selama ramadan diabaikan. Banyak orang masuk ramadan semata menahan lapar dan haus di siang hari, sementara di malam hari mereka kembali ke dosa-dosanya. Banyak orang masuk ramadan bukan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan, melainkan untuk meningkatkan omset-omset maksiatnya. Berapa banyak orang masuk ramadan dengan semangat di awal-awalnya saja, sementara di akhir-akhir ramadan dia malah sibuk dengan persiapan lebaran saja. Bahkan yang sangat menyedihkan adalah bahwa banyak orang yang hanya semangat beribadah di bulan ramadan saja, begitu ramadan pergi, semua ibadah itu lenyap seketika dari permukaan. Masjid-masjid yang tadinya ramai dengan shalat malam dan shalat berjama'ah, setelah ramadan, kembali kosong dan sepi.
Janganlah berprilaku seperti wanita pemintal benang, hal ini sebagaimana di gambarkan Allah Swt dalam surah An Nahl ayat 92 :
"Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali".
Jama'ah shalat Ied yang dirahmati Allah
Seharusnya ramadan sebagai titik tolak kembali ke fitrah sejati. Setelah melewati ramadan seyogyanya setiap muslim harus menjaga dan merawat taqwanya dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dari Ramadan kita bangun komitmen ketaatan seumur hidup seperti ketaatan selama ramadan. Bukan setelah ramadan kembali ke watak semula. Ini sebuah pelajaran yang sangat mahal. Allah merekam kisah seorang wanita yang hidupnya sia-sia. Dari pagi sampai sore ia hanya memintal benang. Sore hari ketika pintalan itu selesai, ia cerai-beraikan kembali. Allah menggambarkan betapa perbuatan tersebut tidak ada bekasnya, yang ada adalah kerugiaan yang nyata. Karena itu Nabi Saw selalu mengingatkan agar kita selalu istiqomah. Ketika salah seorang sahabatnya minta nasehat yang bisa dijadikan pegangan seumur hidupnya, Nabi menjawab :
"Katakanlah aku beriman kepada Allah dan beristiqomahlah".
Demikianlah, setiap tahun kita menjalani ramadan dengan penuh semangat siang dan malam; siangnya kita berpuasa, malamnya kita tegakkan shalat malam, tetapi benarkah nuansa ketaatan itu akan berus bertahan seumur hidup kita? Atau ternyata itu hanya untuk ramadan? berapa banyak orang Islam yang selama ramadan rajin ke masjid, tetapi begitu ramadan habis, seakan tidak kenal masjid lagi. Berapa banyak orang Islam yang selama ramadan rajin membaca al Qur'an, tetapi begitu ramadan selesai, al Qur'an dilupakan begitu saja. Mirip dengan kisah wanita yang Allah cerikatan di atas. Selama ramadan ketaatan dirangkai, begitu ramadan habis, semua ketaatan yang indah itu dicerai berikan kembali.
Keberhasilan seorang muslim meraih hikmah dan pelajaran ramadan bukan ditentukan pada bagaimana cara dia merayakan Idul Fitri atau pakaian baru.
Bukanlah yang dinamakan Ied sekedar memakai pakaian baru, tetapi yang dinamakan dengan Ied adalah barang siapa yang ketaatannya bertambah.
Ibarat tamsil, jika awalnya kepompong mampu mengubah ulat menjadi kupu-kupu yang indah, maka shaum bulan Ramadan pun diharapkan mampu menjadikan kita sebagai manusia muttaqin sebagai semulia-mulianya kedudukan manusia dihadapan Allah Swt.
Jama'ah shalat Ied yang dimuliakan Allah
Seluruh sifat dan hal yang baik mesti dimiliki dan dilakukan oleh mereka yang bertaqwa sebagai buah berpuasa, seperti sifat sabar, jujur, amanah, adil, dermawan dan baik dengan tetangga, serta segala kebaikan yang membawa kemaslahatan/kebaikan hidup manusia.
Sebagaimana Allah gambarkan karakter penghuni surga dalam surah Ali Imron ayat 17 :
"Orang-orang yang selalu sabar, orang yang tetap jujur, orang yang sangat taat, orang yang sering menginfaqkan hartanya dan orang yang selalu memohon ampunan kepada Allah pada waktu sahur (sebelum fajar)".
Dengan shaum diharapkan kita akan semakin sabar. Sabar dalam melaksanakan perintah Allah walau dalam keadaan sulit, terutama sabar ketika musibah datang, musibah ibarat pensil yang tumpul, supaya bisa dituliskan maka haruslah kembali ditajamkan, begitu juga dalam hidup ini tidak selamanya mulus, tetapi harus melalui ujian dan kesulitan, agar dengan ujian dan kesulitan itu kita menjadi pribadi yang kuat. Itulah cara Allah agar kita menjadi kokoh dan memperbaiki langkah kita. para nabi dan rasul saja begitu sabarnya mereka dalam cobaan dan derita, padahal mereka adalah orang-orang pilihan-Nya. Kita juga harus sabar ketika menjauhi sesuatu yang diharamkan Allah, sabar ketika kita dapat anugerah kenikmatan dengan tidak sombong dan kikir. Bahkan Allah bersama orang-orang yang sabar.
Dengan shaum kita menjadi orang yang lebih jujur baik dalam perkataan maupun dalam tindakan. Kejujuran dilatih selama shaum walaupun tidak ada yang melihat kita berpuasa kita melaksanakannya dengan penuh ketaatan. Orang jujur melahirkan keberuntungan hidup dan mengekalkan keberkahan dari Allah Swt. Sabda Rasulullah Saw : "hendaklah kamu sekalian bersikap jujur, karena jujur itu akan menuntunmu kepada kabaikan dan kebaikan akan membawamu kepada surga" (HR. Muslim)
Maka betapa indahnya kejiwaan seorang yang telah menjiwai kandungan dan hikmah ibadah puasa ini. Karena dalam setiap kondisi, dia selau menjaga dirinya agar tetap berpuasa, bisa saja kalau hanya takut kepada manusia dia bersembunyi untuk makan dan minum, tetapi dia menahannya karena dia merasa adanya pengawasan langsung dari Allah Swt. Jikalau prinsip dan nilai ini dipraktikkan di sebelas bulan selanjutnya, maka tidak akan ada lagi kecurangan, kebohongan publik, korupsi, culas, menghalalkan segala cara, dan perbuatan buruk lainnya. Dengan shaum kita menjadi orang taat, bagaimana tidak kita hampir dua puluh empat jam berada dalam suasana pendekatan diri kepada Allah, seklaipun kita lelah dalam memperjuangkan ketaatankepada Allah, tetapi lelahnya kita adalah lelah yang nikmat, lelah yang bermakna, lelah yang berkualitas atau lelah yang mendatangkan catatan pahala bagi kita, bahkan kita mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Bahkan seorang mukmin itu, seorang pejuang, yang siap lelah demi kebaikan, siap berkorban demi mencapai keridhoan Allah.
Allah juga telah menjelaskan dalam firman-Nya.
"Wahai manusia, sesungguhnya kalian benar-benar capek menuju Allah sampai kalian bertemua dengan-Nya" (Q.S. al-Insyiqaq : 6).
Jama'ah shalat Ied yang dirahmati Allah
Capeknhya kita seorang mukmin ketika berbuat taat adalah bermuara pada kebahagiaan berupa surga, sedangkan orang fasik juga capek ketika berbuat maksiat tetapi bermuara pada dosa dan neraka.
Mereka mencari dosa dan nerakapun, rela untuk lelah, tetapi mengapa kita seorang mukmin yang berharap akan ridho dan surga Allah, tidak rela dalam lelahnya beribadah.
Seribu pasukan musyik rela berjalan menuju badr, di musim panas yang menyengat. Karena perang badr terjadi di bulan ramadan, yang identik dengan musim panas. Bahkan mereka rela berjalan kaki sepanjang 500an km, di tengah terik matahari yang membakar, melewati gunung-gunung batu yang gersang, dan padang pasir yang kering panas.
Bahkan sepuluh ribu pasukan musyrik rela capek berjalan ke Madinah, berperang di tengah terik matahari, bulan Syawal, saat perang Uhud, menguras pikiran dan menguras otot, itu semua mereka lakukan untuk memperjuangkan kemusyrikan mereka!
Fir'aun dan bala tentaranya, rela capek mengejar Nabi Musa dan pengikutnya, sampai rela menyeberangi laut merah, hingga mereka tenggelam.
Tentu beda capak dan lelahnya kaum musyrikin itu dengan kita orang-orang beriman. Lelahnya orang-orang kafir adalah kepedihan, siksaan dan murka Allah. Sedangkan lelahnya orang-orang beriman, adalah kemenangan, kebahagiaan, kenikmatan dan ganjaran surga.
Kemudian dengan shaum kita menjadi orang yang dermawan, lapar dan hausnya orang yang berpuasa akan melahirkan kesadaran dan kepedulian sosial terhadap orang lain. Dengan shaum kita dibiasakan bangun sebelum subuh untuk makan sahur dan sekaligus istighfar memohon ampun kepada Allah, karena Allah turun ke langit dunia di waktu sahur atau sepertiga akhir malam.
Jadi di bulan Ramadan kita sudah dilatih, ditempa dengan berbagai amaliyah dan jika kita merasakan nikmat dan bahagia ketika melaksanakan ketaatan tersebut, maka kata Imam Hasan Al Basri ketahuilah bahwa itulah kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki. Tetapi jika kita tidak merasakan nikmat dan bahagia ketika shalat, dzikir dan baca al Qur'an, maka sesungguhnya pintu kebahagiaan dan kenikmatan bagi kita sudah ditutup oleh Allah.
Semoga buah dari Ramadan senantiasa dapat terus kita pahami, hayati, amalkan kemudian kita rawat dan pertahankan. Sembari kita teruslah berdo'a kepada Allah semoga memudahkan kita dalam beramal hingga menggapai husnul khatimah.
"Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu".
Di akhir khotbah ini marilah sama-sama kita menadahkan tangan berdo'a kepada Allah.
- Ya Allah, Yang Maha Pengampun, maafkan dosa-dosa dan dusta kami dan beri kami kekuatan untuk tidak larut di dalamnya. Tanpa maaf dan ampunan-Mu ya Allah, akan sangat sukar bagi kami untuk bergerak menuju cahaya-Mu, cahaya yang menerangi langit dan bumi.
- Ya Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim, rahmati kami dan kasihani kami sekalipun kami telah berkubang dalam lumpur kesalahan akibat kelemahan dan kealfaan kami, maka ampunilah kami.
- Ya Allah, terangilah hati dan otak kami sehingga kami faham yang benar itu benar untuk kami ikuti dan yang salah itu salah untuk kami hindari.
- Ya Allah, Maha Pemberi Petunjuk, tunjukkan kami jalan yang lurus yang harus kami lalui, jalan yang Engkau ridhai dalam upaya kami memulihkan harga diri bangsa kami, bukan jalan yang semakin menjauhkan kami dari wilayah kasih sayang-Mu. Tiada daya, tiada kekuatan, kecuali dengan bantuan dan pertolongan-Mu jua Ya Allah.